ANALISIS KETIDAKSETRAAN GENDER PADA FILM "PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN"

Published on Slideshow
Static slideshow
Download PDF version
Download PDF version
Embed video
Share video
Ask about this video

Scene 1 (0s)

ANALISIS KETIDAKSETRAAN GENDER PADA FILM “PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN”.

Scene 2 (21s)

Gender Inequality. Gender inequality yaitu k etidaksetaraan gender menganggap bahwa pria dan wanita tidaklah setara dan bahwa gender berdampak pada pengalaman hidup seseorang. Perbedaan timbul dari kesenjangan dalam biologi, psikologi dan norma budaya. Ketidaksetaraan gender ini sering terjadi pada perampasan akan suatu hak pada gender sebaliknya. Ketidaksetaraan gender ini sering dirasakan oleh oerempuan, karena oerempuan dianggap manusia lemah yang tidak bisa melakukan apapun. Lalu dibentuklah gerakan feminisme agar bisa menyetarakan hak perempuan dengan laki-laki agar tidak dianggap lemah oleh gender tertentu..

Scene 3 (1m 14s)

Analisis film. a) Subjek dalam Perlawanan Untuk Menjadi Pemimpin Pada scane 14 yaitu scane pemilihan ketua kelas di kelas Annisa. Ketua kelas dipilih dengan cara voting atau suara terbanyak. Ada dua calon ketua kelas, yaitu Farid dan Annisa. Annisa tidak dapat menjadi ketua kelas walaupun dia yang memenangkan voting itu karena dalam Islam perempuan tidak boleh jadi pemimpin. Perlawanan Annisa ditunjjukan dengan meninggalkan kelas karena tidak setuju dengan keputusan dari Pak Guru. Keyakinan bahwa laki- laki harus “memimpin” kaum perempuan tersebut sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang “kepemimpinannya” bersifat adil dan tidak menindas. Namun persoalan lain yang timbul adalah justru kepercayaan tersebut membawa pada keyakinan, bahwa kaum perempuan adalah “soburninasi” dari kaum laki- laki, meskipun secara objektif misalnya Ia lebih mampu, lebih pandai, dan lebih layak..

Scene 4 (2m 30s)

Analisis film. b) Subjek dalam Perlawanan Menempuh Pendidikan Formal Scane 31 yaitu perlawanan Annisa untuk mendapatkan pendidikan digambarkan dengan mendapatkan beasiswa kemudian minta ijin Kyai Hanan untuk melanjutkan kuliah di Jogja dengan beasiswa tersebut. Keluarga patriarki semua keputusan ada ditangan bapak sebagai kepala keluarga. Begitu pula dalam kesempatan memperoleh pendidikan antara laki- laki dengan perempuan, semuanya ditentukan oleh kepala keluarga. Annisa tidak diijinkan kuliah di Jogja dengan alasan perempuan tidak boleh keluar tanpa muhrim. Sedangkan kedua kakaknya Wildan dan Reza diharuskan sekolah tinggi hingga ke Mekkah dan Madinah walaupun sampai menjual tanah dan meminjam uang kepada orang lain. Perempuan tidak perlu memperoleh pendidikan tinggi karena pada akhirnya hanya akan mengurus rumah tanggga..

Scene 5 (3m 35s)

Analisis film. c) Subjek dalam Perlawanan KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga) Scane 36 Annisa digambarkan kurus dan matanya cekung. Dia tampak tertekan dan kelelahan. Begitupula dengan Samsudin yang tampak sangat acak- acakan karena sering mabuk- mabukan. Annisa tertekan dengan kelakuan suaminya. Dari dialog Annisa dan Samsuddin dapat diketahui bahwa Samsudin jarang pulang melaingkan keluyuran dan mabuk- mabukan. Annisa masih belum diperbolehkan kuliah. Perlawanannya ditunjukkan dengan menyatakan keinginannya untuk kuliah dan bahwa dia tidak ingin hiduo dirumah sepanjang hari untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Samsudin tamak kesal dengan keinginan Annisa kuliah, kemudian marah dan mendorong Annisa ke dinding hingga terjadi kekerasan dalam rumah tangga baik secara fisik maupun psikis..